Pilihan

Sudah berapa kali aku menulis tentang sebuah pilihan. Dulu rasanya sudah paling benar untuk memilih, bahkan nggak pernah sama sekali merasa terlalu dini untuk memantapkan sesuatu.

Tiba-tiba datang pemuda dihadapan. Ku kira bercanda, tapi ternyata memberi sejumlah harapan. Mengalahkan beberapa mereka yang pernah bilang akan maju kedepan, namun akhirnya hanya menjadi kesia-siaan.

Mereka pikir, aku terlalu cepat untuk jatuh cinta. Bukan begitu, hanya karena aku terlalu gampang percaya, lalu kemudian sering menaruh cinta pada orang yang salah.

(Wait, jangan pernah menyalahkan siapapun atas kejadian yang menimpamu. Salahnya ada dikamu. Tuhan, nggak pernah membiarkanmu, mungkin kamu terlalu cinta, makanya kamu nggak lihat)

Kemudian, yang baru datang, mendeklarasikan dengan sederhana. Entah kenapa, kali ini aku terpana. Pertama, nggak cuma dia yang mrngajak menikah. Kedua, bahkan dia nggak punya persiapan apa-apa. Ketiga, durasi PDKT yang terhitung singkat. (Bisa dengan mudah ku percaya bukan?)

Padahal, disamping itu aku sedang punya pendamping. Ah, kubilang saja ini "pacar". (Pacar atau hantu ya? Habis, kadang ada, kadang nggak ada. Juga sering menggentayangi banyak wanita lain haha). Ditambah, saat itu ketika ditanya dengan teman-teman pun aku mantap menjawab kalau aku sebentar lagi akan menikah. Yaa memang benar, saat itu ibu nya sudah berkenalan dengan keluarga. Tapi, (ini bukan pembenaran yang kesekian ya) It's just the ordinary introduction. Ngomongin hal ke "menikah" pun tidak. Yang paling menyakitkan ialah, setelah kejadian yang kupikir satu langkah ke depan itu, kutanyakan kembali progressnya apa, yang ku dapat hanya cacian. "Nanya nikah mulu, emangnya udah bisa apasih? Masak aja nggak mau, ngurusin diri sendiri aja belum bisa, yang begitu udah ngajakin mau nikah cepet-cepet". WHAT!? aku mengakhiri pembicaraan itu tanpa ku hiraukan rasa sakitnya. Dari pertama kali dibahas tentang ini, sampai yang terakhir kali, nggak ada satupun jawabannya yang menyenangkan. Fyi, ku bersama nya hampir 3th. Tanpa adanya perubahan sama sekali, sampai akhirnya aku berpikir bahwa bukan aku yang bisa membuatnya jadi lebih baik. Aku mundur, dan mencoba cari yang "klik" dengan hati ini.

Kali ini (insyaa Allah) pilihan ku nggak salah. Jarak beberapa bulan kami pendekatan, aku sudah dilamar, langkah pertama yang dia bilang 'cara menunjukkan keseriusannya'.
(Yang aku tulis selanjutnya hanya tentangnya, benar-benar tentangnya, semoga kalian tidak muak, hehe)

Ya!? Dia gentle sekali. Datang menemui orang tua ku. Dengan lantang dia bilang. "Saya ingin menikah dengan anak Om". Padahal aku sangat tau, kami berdua belum punya tabungan untuk kesana. Tapi, Tuhan memang Maha Baik. Mendatangkan dia juga dengan sikap, pemikiran yang baik-baik. Jadinya??
Selang waktu 2 bulan setelah berbicara dengan ayahku, akhirnya kami bertunangan. Yeay!!
Uang darimana?? Dia jual beberapa aset yang selama ini iseng dikumpulkannya. Sepeda kesayangannya dan sedikit emas, ditambah uang tabunganku yang mepet sekali. Dia bilang "untuk mau sesuatu yang lain, bukannya harus ada yang dikorbankan??" Aku terharu.
Dengan prinsip dan tujuan yang sama. Kami berusaha tidak merepotkan orang tua sama sekali. Mohon doanya juga yaaa!!

Dia? Dia ini siapa? Hahaha.
Dia adalah teman sekolah dasar, dan bertemu lagi baru disini. Bayangkan, kami kenal hanya di tahun 2003, setelahnya lost contact, kami punya kehidupan sendiri-sendiri. Kemudian tengah tahun 2018 kami bertemu, dengan membawa ketidaksempurnaan masing-masing.
Apa yang membuat kami bertemu?? Reunian. Hahaha, klasik ya.. Jadi untuk kalian yang belum menikah, coba dulu yang ini, siapa tau jodoh kalian ditemukan juga disini, hehe.

Dilanjutkan di cerita lain ya....

Komentar

Postingan Populer